29/08/15

Pengadaan 2.0?

Saya tidak ingat persisnya, tapi sekitar bulan Agustus 2013 saya harus merangkap jabatan sebagai Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah, mengisi jabatan yang ditinggalkan Pak Deden. Bidang ini adalah hilirnya proses pengadaan. Setiap orang datang untuk mencari solusi atas kasus yang  dihadapinya, mulai dengan perencanaan sampai penyelesaian permasalahan kontrak. Setiap hari ada surat masuk tidak kurang dari 10 surat dengan berbagai kasus, ada email yang tidak kurang dari itu, dan yang lebih heboh adalah orang yang datang berkonsultasi. Per hari bisa mencapai 100 orang dilayani sendiri-sendiri maupun berkelompok.

Walaupun begitu hebohnya, total kasus yang dibawa datang ke LKPP ternyata hanya sekitar 1.000 kasus per tahun. Bandingkan dengan 500.000 paket pengadaan per tahun yang saat ini dikelola oleh Pokja dan Pejabat Pengadaan, hanya 0,5% nya (setengah persen).  Dengan angka ini saja beban kerja setiap staf sangat terasa berat, apalagi bila ingin mencakup 30 persen paket pengadaan agar efektifitas pengadaan lebih terjamin, maka diperlukan 60x kapasitas yang sekarang. Angka yang tdak mungkin dipenuhi dengan cara yang konvensional.

Belajar dari implementasi e-procurement sejak 2007, Deputi Hukum maupun LKPP secara keseluruhan mungkin perlu mengadopsi atau menggunakan strategi Enterprise 2.0 atau Company 2.0 yang mulai diperkenalkan sejak awal 2006. Enterprise 2.0 adalah penggunaan "social software platform" dalam organisasi atau antar organisasi dan dengan pelanggannya. Dengan strategi ini, kolaborasi massal akan terbangun.

Saat ini adopsi strategi ini sudah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dunia. Bahkan hampir  dapat dikatakan, tidak mungkin tidak mengadopsi strategi ini untuk bisa bersaing. Tidak banyak lagi website yang tidak terhubung dengan platform media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Sama halnya dengan LKPP. Penerapan Enterprise 2.0 ke dalam LKPP bahkan ke dunia pengadaan akan membawa dunia pengadaan sebagai persoalan komunitas bukan hanya persoalan LKPP. Persoalan yang datang ke LKPP atau terjadi di dunia pengadaan di tanah air akan dapat diselesaikan secara kolaboratif oleh seluruh anggota komunitas pengadaan, bukan hanya oleh LKPP. Pengadaan akan sampai pada kondisi Pengadaan 2.0 sebagai penerapan "social software platform" di pengadaan.

Penerapan strategi ini tentunya tidak hanya dengan membuat aplikasi atau menggunakan aplikasi dalam organisasi, tetapi yang tidak kalah besar persoalannya adalah membangun komunitas pengadaan yang terhubung satu dengan lainnya melalui aplikasi. Partisipasi anggota komunitas yang terikat satu dengan lainnya menjadi dasar untuk bisa berkontribusi secara maksimal. Partisipasi menjadi persoalan tersendiri bila anggota organisasi itu sendiri tidak memiliki "mind set" partisipatif.

Ikak G. Patriastomo







Tidak ada komentar:

Posting Komentar