Penerapan e-procurement untuk pengadaan barang dan jasa Pemerintah memiliki visi membangun e-market place. Dengan visi ini, membangun e-procurement walaupun dimulai dengan proses e-tendering, terlihat bahwa para pihak yang terlibat dalam proses telah dibedakan antara penjual, pembeli dengan pengelola pasar. Saat ini, pengelola pasar pengadaan (e-market place pengadaan) direpresentasikan oleh unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagai pengelola platform.
Program e-procurement dengan visi itu lebih dari sekedar otomasi proses pengadaan. E-procurement bisa menjadi pintu masuk dan instrumen penataan pasar pengadaan yang selama ini tidak transparan, tidak bersaing sehat, maupun tidak menciptakan nilai tambah yang maksimal.
Perkembangan selanjutnya dari visi membangun e-market place pengadaan tidak bisa lepas dari perkembangan e-commerce. Semakin berkembang e-commerce, pengadaan pemerintah juga perlu mengikuti praktek e-commerce kalau tidak ingin kehilangan manfaat dalam proses belanja publiknya.
Hari ini, pengadaan pemerintah sudah memiliki modal dasar yang memadai dengan telah diadopsinya e-procurement di seluruh Indonesia dengan nilai transaksi tidak kurang dari 350 trilyun rupiah per tahun. Platform B2G sudah mulai digunakan, paling tidak dengan e-katalognya LKPP. Namun tentunya tidak selesai cukup disini. Platform yang ada rasanya bisa digunakan walaupun landscape e-commerce hari ini, masih didominasi oleh platform B2C.
Platform e-commerce yang ada perlu segera dimanfaatkan dalam kebijakan pengadaan agar pengadaan segera memberi value yang signifikan sejalan dengan perkembangan e-commerce yang ada. Tentunya tidak perlu membangun platform dari nol sama sekali. Plaform B2C atau B2B yang ada bisa diadopsi sampai tahap tertentu.
Jakarta, 8 Nopember 2016
Ikak G. Patriastomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar