Jakarta, 29 Mei 2015.
Sampai hari ini, tingkat efisiensi pelaksanaan pengadaan
masih terbatas. Potensi efisiensi ini masih besar diperoleh di tahapan baik perencanaan,
pemilihan, pelaksanaan dan pemanfaatnya. Secara sederhana di setiap tahapan
memberi peluang peningkatan efisiensi biaya tidak kurang dari angka 20% melalui
perencanaan yang lebih matang, 10% dengan penataan kompetisi di pasar
pengadaan, dan lebih dari 20% di tahap pelaksanaan dan pemanfaatnya.
Proses pengadaan pada akhirnya menuntut barang/jasa yang
terdeliver sesuai rencana, baik dari segi waktu delivery maupun mutu. Hari ini, proses pengadaan belum mampu
menjawab tuntutan delivery tersebut
dengan banyaknya pekerjaan yang terlambat dan diserahkan tidak sesuai dengan
kualitas yang direncanakan. Pekerjaan menjadi tidak dapat dimanfaatkan secara
maksimal, bahkan pada banyak kasus tidak termanfaatkan atau bahkan rusak
sebelum waktunya.
Dalam hubungan antara pengguna dan penyedia, pelaku pasar
pengadaan masih sangat terbatas (penyedia yang terlibat tidak lebih dari 200
ribu unit usaha dari 4,2 juta unit usaha potensial) serta tidak kompetitif
karena praktek monopolistik, oligopolistik, kartel dan berbagai macam
persekongkolan di antara para pelaku usaha. Sebagian besar pelaku usaha
menguasai banyak unit usaha dalam upaya menguasai kontrak pengadaan (banyaknya
kasus pelelangan yang praktis dikuasai oleh sekelompok pelaku usaha).
Pasar pengadaan juga tersegmentasi (pelaku usaha yang berkontrak
dengan pemerintah berbeda dengan swasta, 90 persen pelaku usaha beroperasi
hanya di kabupaten dan sekitarnya, dan hanya 1 persen yang beroperasi secara
nasional. Sebagian besar pelaku usaha yang kecil (90%) inilah saat ini membuat
gaduh dunia pengadaan.
Kompetensi SDM pengadaan baru mendapat perhatian secara
lebih serius pada tahun 2003 dengan Keppres 80/2003 yang mulai mengarahkan
berkembangnya ekosistem ahli pengadaan. Dunia pengadaan mulai diperkenalkan
dengan skema sertifikasi dan pelatihan kompetensi. Berbagai pihak mulai diajak
untuk menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengadaan. Saat ini, sudah terdapat
tidak kurang dari 200.000 orang yang bersertifikat melalui pelatihan. Namun
demikian, kompetensi pengadaan yang diharapkan untuk mampu melaksanakan
pengadaan secara memadai masih dibutuhkan kompetensi lebih dalam lagi yang
belum dapat diyakinkan dengan proses yang terjadi saat ini.
Akumulasi dari permasalahan inefisiensi, inefektifitas,
persaingan tidak sehat di pasar pengadaan dan kompetensi SDM yang terbatas
bermuara pada situasi “distrust” dari masyarakat dan aparat pengawas/penegak
hukum. Pengadaan selalu disorot dengan kaca mata penuh curiga. Situasi tersebut
tidak menguntungkan bagi orientasi mempercepat pembangunan karena di tengah
kompetensi yang terbatas, seseorang menjadi selalu ragu-ragu melangkah untuk
memproses pengadaan. Peraturan perundangan dan sistem pendukung Peraturan
perundangan yang ada saat ini di samping masih terbatas (terlalu berlebihan
untuk pekerjaan sederhana, tidak memadai untuk pekerjaan yang kompleks) juga
sudah ketinggalan jaman, baik yang langsung maupun yang terkait. Banyak
pemikiran baru yang harus dapat didukung oleh peraturan yang ada yang tidak
dapat diimplementasikan saat ini secara maksimal karena peraturan perundangan
yang terkait belum memberi ruang untuk itu.
Pengembangan Ekosistem Pengadaan
Secara sederhana, ekosistem pengadaan perlu ditumbuhkan dan
didorong maturity-nya, meliputi 1) organisasi dan kelembagaan pengadaan yang
lengkap mewadahi semua kebutuhan sifat dan kompleksitas pengadaan, 2)
pengembangan sumber daya manusia yang memungkinkan seluruh elemen terlibat
dalam pengembangan kompetensi, 3) pemanfaatan teknologi informasi untuk
memfasilitasi proses pengadaan dan menata pasar pengadaan, serta membuka ruang
partisipasi publik yang lebih luas untuk menjaga akuntabilitas pengadaan dan 4)
dukungan peraturan perundangan yang mendukung proses dan tatalaksana yang lebih
berorientasi pada hasil.
Semua kebijakan terkait dengan elemen pembentuk ekosistem
tersebut perlu secara komprehensif diformulasikan dan diimplementasikan bersama-sama
walaupun memiliki roadmap yang
berbeda-beda dan dengan kecepatan menghasilkan quick-win yang berbeda-beda pula.
Pengembangan kompetensi SDM adalah elemen yang kecepatannya
relatif rendah dan memerlukan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
elemen misalnya penyediaan tools untuk proses pengadaan dan menata pasar
(dengan teknologi informasi yang saat ini).
Oleh karena itu, belajar dari pengalaman LKPP selama ini
dalam penerapan e-procurement, adopsi
teknologi informasi dan komunikasi yang secepatnya dan seluas-luasnya dapat
menjadi pintu masuk dan menjadi kebijakan yang strategis untuk memberi quick win dalam kebijakan pengadaan
untuk percepatan pembangunan.
Walaupun penerapan e-procurement memerlukan 4-5 tahun untuk
sampai pada titik no point of return, tetapi dibandingkan elemen lain strategi
ini jauh lebih cepat memberi hasil.
Adopsi teknologi informasi yang “terkini” (Web 2.0 atau social software) akan memberi peluang yang lebih besar untuk
menggalang partisipasi dan kolaborasi berbagai pihak secara massal (Pengadaan
2.0) sehingga kecepatan menjawab issue pengadaan lebih tinggi.
Secara lebih spesifik, Pengadaan 2.0 adalah strategi
mengadopsi teknologi Web 2.0 dalam
kebijakan dan operasi pengadaan. Strategi Pengadaan 2.0 memungkinkan semua
pihak termasuk pihak yang selama ini menjadi customer LKPP dapat mengambil bagian dalam penyelesaian isue-isue
pengadaan. Lebih jauh lagi, semua pihak dapat melakukan inovasi dan secara
kolaboratif dapat digunakan oleh semua pihak. Strategi ini di samping bersifat
fasilitatif juga menuntut perubahan budaya kerja semua orang yang terlibat di
dalamnya.
Dengan strategi ini, LKPP tidak perlu kuat dan besar, tetapi
cukup berparadigma melayani dan menggerakkan. Birokrasi pengadaan akan lebih
berorientasi melayani.
Keterbukaan informasi (open), kesediaan berbagi (share) dan
berkolaborasi (collaborate) akan mendorong inovasi dan “trust”. Pengadaan akan
menjadi ekosistem yang menyenangkan juga responsif terhadap kebutuhan perubahan
yang cepat.
Dengan strategi Pengadaan 2.0, lembaga seperti LKPP dan
lembaga pemerintah lainnya bukan lagi sebagai pengambil peran dominan dalam
perubahan, akan tetapi hanya menjadi bagian dari ekosistem pengadaan yang akan
terus-menerus berkembang. Semua pihak dan sebanyak-banyaknya pihak dengan
strategi ini akan mendapat ruang untuk mengambil bagian dalam pengembangan
ekosistem pengadaan.
LKPP cukup hanya berfungsi sebagai salah satu titik
penggerak awal perubahan (katalis). Dengan demikian, terganggunya dan
terhambatnya pertumbuhan beberapa komponen ekosistem akan selalu diambil alih
oleh komponen lainnya sehingga ekosistem pengadaan secara keseluruhan tidak
akan terganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar