29/11/08

Harga Terbaik

Kita maklum bahwa tujuan pengadaan adalah mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan (volume, mutu, waktu dll) dengan harga yang terbaik agar sasaran kinerja kegiatan atau organisasi tercapai.

Dalam berbagai diskusi dengan pelaku pengadaan pemerintah selalu muncul pertanyaan berapa harga yang disebut terbaik? Apakah harga tersebut harus harga yang termurah?

Jawabannya, tergantung pada hitung-hitungan kita, apakah kebutuhan kita cukup terpenuhi dengan karakteristik minimal (jumlah, mutu, waktu dll) dari barang yang kita dapatkan.

Harga terendah

Situasi pertama, seringkali kebutuhan yang ada sudah cukup dipenuhi dengan karakteristik minimal, dan peningkatan karakteristik barang yang diperoleh tidak mempengaruhi peningkatan kinerja.

Apabila kebutuhan kita sama dengan situasi pertama, maka orientasi kita adalah mendapatkan harga terendah, termurah. Di sini menjadi tidak masuk akal bila kita ditawari barang yang sama dengan harga yang berbeda, kita memilih harga yang lebih mahal.

Cara mengevaluasi penawaran pada orientasi yang pertama ini dikenal dengan istilah sistem gugur.

Dalam praktek pelelangan selama ini, banyak dijumpai penawaran harga yang paling rendah tetapi tidak dipilih (tidak dimenangkan) dengan alasan tidak memenuhi persyaratan administrasi.

Pertanyaan yang mengganggu adalah apakah persyaratan administrasi itu sedemikian pentingnya sehingga mengorbankan tujuan pengadaan.

Menyikapi praktek tersebut, Keppres 80 Tahun 2003 menekankan bahwa hal-hal yang tidak substansial tidak boleh menggugurkan penawaran. Hal-hal yang dapat menggugurkan dari aspek administrasi penawaran perlu sangat dibatasi agar tidak kehilangan peluang memperoleh barang dengan harga yang paling menguntungkan.

Pada kasus yang lain lagi, penawaran harga yang terbaik tidak dimenangkan karena alasan tidak memenuhi aspek kualifikasi.

Untuk menjamin kinerja, selain harga, terpenuhinya persyaratan kualifikasi merupakan syarat yang menentukan keberhasilan penyedia barang melaksanakan kontraknya. Harga rendah yang ditawarkan oleh penyedia yang tidak berpengalaman sangat beresiko bagi kegiatan kita.

Seperti halnya kasus persyaratan administrasi, perumusan persyaratan kualifikasi yang tidak cermat atau berlebihan, serta memperlakukannya secara tidak realistik dalam proses evaluasinya akan menyebabkan harga yang terendah terpaksa tidak dimenangkan karena alasan tidak memenuhi syarat kualifikasi.

Untuk menyikapi hal ini, Keppres 80 Tahun 2003 menekankan perlunya menyederhanakan persyaratan dan menilainya secara azas nyata. Hal-hal yang tidak relevan dengan keperluan kita untuk meyakini aspek legalitas, kemampuan usaha dan kredibilitas pelaku usaha tidak perlu disyaratkan.

Jangan sampai akibat persyaratan yang dirumuskan suatu penawaran yang menguntungkan digugurkan padahal dalam faktanya penyedianya nyata-nyata memenuhi kualifikasi.

Harga sepadan

Situasi kedua, pada tahap kita merencanakan kebutuhan, di pasar terdapat banyak barang dengan spesifikasi dan karakteristik yang beragam. Ada barang yang berbeda mutu tetapi harganya tidak berbeda jauh, dan biasanya mutu yang lebih baik harganya lebih mahal. Pada kondisi ini kita perlu memikirkan untuk mendapat barang yang harganya sepadan dengan kualitasnya.

Bila kita berorientasi pada tujuan yang kedua ini, maka dalam pengadaan diperkenalkan metode evaluasi dengan istilah sistem nilai (merit point system). Penggunaan metode ini tidak selalu menghasilkan harga yang terendah.

Dalam praktek pelelangan banyak kasus penggunaan sistem nilai yang tidak tepat. Sistem nilai lebih tepat digunakan untuk pengadaan barang yang nyata-nyata spesifikasi dan mutu barang sudah terjadi dan dapat diukur secara kuantitatif. Sistem nilai tidak tepat digunakan untuk menilai penawaran jasa pemborongan yang masih memerlukan proses untuk mendapatkan outputnya.

Contoh kasus yang tidak tepat lainnya, penilaian dilakukan bukan pada unsur-unsur teknis melainkan pada unsur-unsur aspek kualifikasi,

Situasi lebih lanjut yaitu bila terdapat kebutuhan dalam evaluasi penawaran untuk memperhitungkan perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan serta nilai sisa suatu barang selama umur ekonomis. Untuk kebutuhan ini dikenal metode evaluasi sistem penilaian biaya selama umur ekonomis (economic life cycle cost).

Harga vs HPS

Dalam berbagai diskusi dengan panitia pengadaan, momok yang menakutkan adalah apabila harga yang diperoleh dari pelelangan lebih tinggi dari HPS, takut dituduh “markup”. Sebaliknya, bila HPS terlalu tinggi dibandingkan dengan harga penawaran hasil lelang, panitia juga takut dituduh ‘markup”.

Secara singkat, tidak ada hubungan antara HPS dan harga hasil lelang. Banyak faktor yang bekerja menentukan harga. Bila lelang kita cukup kompetitif, logikanya harga penawaran pasti di bawah HPS. Dengan demikian, bila penawaran paling rendah lebih tinggi dari HPS bisa menjadi indikasi persaingan yang tidak efektif.

Salam:
Ikak G. Patriastomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar