25/12/08

Lelang di BUMN

BUMN dan Keppres 80/2003

Beberapa hari ini kita disuguhi dengan pernyataan Menteri BUMN yang dikutip oleh berbagai media dari sudut pandang yang berbeda-beda dengan issue yang digarisbawahi berbeda pula.

Dari sudut pandang BUMN, prosedur yang diperkenalkan dalam Keppres 80 Tahun 2003 dianggap tidak cukup mendukung kecepatan kebutuhan pengadaan untuk operasinya, khususnya untuk pengadaan barang yang memer lukan respon yang cepat. Keterlambatan suplai dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar, termasuk kerugian ekonomi dan masyarakat bila layanan adalah barang/ jasa publik.

Kalangan pelaku usaha dalam negeri dengan sudut pandangnya mengkhawatir kan tidak adanya keberpihakan pada usaha nasional dan industri dalam negeri sebagaimana kebijakan pengadaan dalam Keppres 80 yang mencoba untuk melihat usaha nasional dan produksi industri dalam negeri wajib dilindungi dan penggunaannya wajib dimaksimalkan. Kemudian, BMUN dikhawatirkan tidak memberi kesempatan yang sama bagi semua pelaku usaha untuk masuk kepada persaingan usaha yang sehat.

Lebih lanjut, masyarakat luas melihat persoalan pengadaan di BUMN dengan pandangan yang skeptikal. Sebagaimana dimaklumi, masyarakat kita masih belum mudah percaya bahwa pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun BUMN benar-benar sudah menerapkan prinsip-prinsip good governance dengan benar. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi BUMN akan perlunya membangun citra bahwa proses pengadaan yang dilakukan sudah mencerminkan penerapan prinsip good governance. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk membangun tumbuhnya kepercayaan masyarakat.

Kesadaran akan tuntutan tersebut mendasari pemikiran dalam Keppres 80 bahwa sistem pengadaan yang pertama dipilih adalah metode pelelangan umum atau tender dengan tetap responsif.

Walaupun Keppres 80 tidak mengatur BUMN, metode lelang atau tender merupakan metode paling menjamin bahwa harga yang diperoleh merupakan harga yang terbaik, dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk menjamin tidak terdapat unsur tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Dari perspektif pelaku usaha, pelelangan akan menjamin bahwa semua pelaku usaha mendapat kesempatan berkompetisi secara adil sebagaimana perintah undang-undang yang mengatur persaingan usaha yang sehat.

Dengan demikian, sekali lagi wa laupun Keppres 80 tidak dimaksudkan untuk mengatur BUMN, namun prinsip-prinsip di atas, khususnya berkaitan dengan menegakan good governance dan memberi kesempatan yang luas kepada pelaku usaha nasional tetap tidak boleh dilanggar.

Akan halnya isu prosedur lelang dalam Keppres 80 dianggap rumit, maka saya kira banyak praktisi pengadaan saat ini yang bisa membantu untuk membaca prosedur secara lebih sederhana.

Lepas dari persoalan prosedur, dalam banyak hal, kebutuhan mendesak akan suatu barang dikaitkan dengan proses pengadaan harus dipecahkan pada tahap perencanan kebutuhan dan manajemen kontraknya, bukan dengan penunjukan langsung.

Dalam kegiatan operasional, pada dasarnya semua kebutuhan dapat diren- canakan, termasuk penyediaan anggaran nya. Bahwa kebutuhan barang bisa benar-benar dibutuhkan atau tidak dibutuhkan, dapat diatur dalam kontrak penyediaannya. Namun demikian, ada kemungkinan perencanaan kebutuhan dan anggaran tidak mempertimbangkan dan menjang kau berbagai resiko operasi.

Dengan alasan tersebut maka Keppres 80 membatasi penggunaan penunjukan langsung hanya untuk penanganan yang memerlukan waktu yang cepat (mendesak), biasanya karena darurat atau bencana, sehingga tidak mungkin dilakukan proses pelelangan.

Situasi yang lain, pelelangan juga tidak efektif bila diketahui dengan pasti hanya terdapat satu penyedia yang dapat memberi barang atau jasa sesuai kebutuhan kita. Selanjutnya, pelelangan pada dasarnya adalah proses yang memerlukan waktu dan biaya, sehingga untuk pengadaan dengan skala kecil atau nilai kecil, waktu dan biaya yang dikeluarkan menjadi tidak sebanding.

Di banyak pedoman pengadaan (termasuk Keppres 80 Tahun 2003), skala dan nilai tersebut kemudian ditetapkan dan diatur untuk mengurangi peluang disalahgunakan. Misalnya untuk organisasinya PBB, pengadaan dengan nilai antara US$ 2.500 sampai dengan US$ 30.000 harus membandingkan penawaran dari 5 (lima) penyedia dengan jangkauan domisili seluas mungkin.


Salam:
Ikak G. Patriastomo

1 komentar:

  1. BUMN membuat SOP pengadaan barang & jasa sendiri secara suka-suka tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku, contohnya proses pengadaan Jasa pengamanan darat & Kapal PT. PELNI yang saat ini sedang berlangsung, diadakan hanya sekedar birokrasi saja karena yang menang sudah pasti PT. kelola jasa Amanusa

    BalasHapus