13/12/16

Catatan Akhir Tahun: Pengadaan di Tahun 2016

Tahun 2016, dunia pengadaan sepertinya tidak banyak mengisi berita di surat kabar. Mungkin karena media sosial sudah berkembang, atau memang tidak banyak persoalan yang mengemuka.  Tahun ini dimulai dengan kehebohan pengadaan obat yang meleset dari target, karena seharusnya di akhir bulan Desember 2015 sudah mulai kontrak untuk katalog 2016, pada kenyataannya baru bulan April 2016 kontrak ditandatangani.

Pengadaan obat adalah contoh pengadaan yang terkonsolidasi. Dengan konsolidasi pengadaan di LKPP, ditaksir total nilai pembelian obat secara nasional hanya 60% dibandingkan apabila tidak dikonsolidasikan.

Pengadaan obat juga menjadi contoh keberhasilan memastikan ketersediaan suplai dan sistem monitoring suplai yang memiliki skala nasional. Sistem monitoring ini belum sempat terbangun pada saat pengadaan buku kurikulum 2013.

Dengan menggunakan e-purchasing, pengadaan obat hari ini menjadi proses yang sangat sederhana dan mudah bagi semua orang pengadaan. Proses ini menghilangkan momok yang luar biasa bagi pengelola pengadaan.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/02/10/111200826/Soal.Pembatalan.Lelang.Obat.Ini.Penjelasan.LKPP


Tahun 2016 ini pula, muncul Peraturan Pemerintah tentang organisasi perangkat daerah yang baru. Kelembagaan ULP (Unit Layanan Pengadaan) mulai mencari bentuk. ULP di Pemprov DKI Jakarta berbentuk badan setingkat eselon II. Di banyak tempat diletakkan di bawah Sekretariat Daerah. Banyak yang menginginkan ULP yang permanen, mandiri dan independen. Sampai akhir tahun ini, banyak yang belum final bentuk dan kedudukannya.

Pembahasan kelembagaan ULP berimbas kepada kelembagaan LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Muncul gagasan yang cenderung ingin menggabungkan ULP dan LPSE. Dengan pemahaman bahwa unit LPSE adalah unit pendukung proses pengadaan, maka menjadi masuk akal bila ULP dan LPSE digabungkan. Pemahaman ini terjadi di banyak LPSE, khususnya LPSE Kabupaten/Kota dan Kementerian/Lembaga.

Namun demikian, dalam perkembangan kelembagaan LPSE, contoh-contoh LPSE yang maju dan dewasa justru muncul dari LPSE yang berdiri sendiri menjadi Unit Pengelola Teknis Dinas atau Badan. Contoh di Provonsi Sumatera Barat dan Provinsi Jawa Barat.

Dan yang terakhir, tahun 2016 ini diwarnai dengan hiruk pikuk tentang penerapan Konsolidasi Pengadaan dan Lelang Dini (mendahului pengesahan anggaran). Patut dicatat, hiruk pikuk ini di Provinsi DKI Jakarta yang saat ini menjadi sorotan banyak orang.

http://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/31/18100601/sumarsono.minta.dki.tunda.lelang.dini.program.2017

24/10/16

Ekosistem Bisnis Pengadaan

Dunia pengadaan ke depan (Visi Pengadaan 2020) akan berkembang jauh dari praktek pengadaan hari ini. Perkembangan ini terutama didorong oleh teknologi informasi dan komunikasi khususnya komputasi awan dan big data.

Saat ini, e-market place yang memberi kesempatan sama semua pelaku usaha mulai menjadi kenyataan dan banyak tumbuh penyelenggara e-market place baik lokal maupun mancanegara. Sebut saja misalnya Tokopedia.com atau Alibaba.com.

Dunia pengadaan (termasuk pengadaan pemerintah) tentunya akan segera memanfaatkan e-marketplace yang berkembang. Kalau saat ini pemerintah perlu membangun infrastruktur dan pranata pengadaan secara elektronik, maka tidak lama lagi e-marketplace sebagai bagian dari e-commerce akan memfasilitasi pengadaan pemerintah.  Pasar pengadaan menjadi satu antara pemerintah dan privat.  Permintaan ini tentunya menjadi peluang yang sangat menjanjikan bagi tumbuhnya bisnis e-marketplace atau B2G e-commerce, apakah dimulai dari pemerintah atau dimulai dari dunia bisnisnya.

Pada sisi lain, fungsi pengadaan ke depan tentunya juga akan mengikuti perkembangan permintaan akan pengelolaan pengadaan (rantai pasok) yang lebih kompetitif dan memberi nilai tambah yang maksimal bagi organisasi. Fungsi pengadaan akan menumbuhkan bisnis outsourcing pengadaan, atau yang dikenal hari ini dengan istilah procurement agent. Kalau hari ini di organisasi masih memiliki unit pengadaan, maka ke depan unit pengadaan akan dikelola oleh bisnis  procurement agent.

lihat http://www.slideshare.net/Ariba/vision2020-thefutureofprocurement



07/10/16

E-Commerce dan Pengadaan Indonesia

Penerapan e-procurement untuk pengadaan barang dan jasa Pemerintah memiliki visi membangun e-market place. Dengan visi ini, membangun e-procurement walaupun dimulai dengan proses e-tendering, terlihat bahwa para pihak yang terlibat dalam proses telah dibedakan antara penjual, pembeli dengan pengelola pasar. Saat ini, pengelola pasar pengadaan (e-market place pengadaan) direpresentasikan oleh unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik sebagai pengelola platform.

Program e-procurement dengan visi itu lebih dari sekedar otomasi proses pengadaan. E-procurement bisa menjadi pintu masuk dan instrumen penataan pasar pengadaan yang selama ini tidak transparan, tidak bersaing sehat, maupun tidak menciptakan nilai tambah yang maksimal.

Perkembangan selanjutnya dari visi membangun e-market place pengadaan tidak bisa lepas dari perkembangan e-commerce. Semakin berkembang e-commerce, pengadaan pemerintah juga perlu mengikuti praktek e-commerce kalau tidak ingin kehilangan manfaat dalam proses belanja publiknya.

Hari ini, pengadaan pemerintah sudah memiliki modal dasar yang memadai dengan telah diadopsinya e-procurement di seluruh Indonesia dengan nilai transaksi tidak kurang dari 350 trilyun rupiah per tahun. Platform B2G sudah mulai digunakan, paling tidak dengan e-katalognya LKPP. Namun tentunya tidak selesai cukup disini. Platform yang ada rasanya bisa digunakan walaupun landscape e-commerce hari ini, masih didominasi oleh platform B2C.

Platform e-commerce yang ada perlu segera dimanfaatkan dalam kebijakan pengadaan agar pengadaan segera memberi value yang signifikan sejalan dengan perkembangan e-commerce yang ada. Tentunya tidak perlu membangun platform dari nol sama sekali. Plaform B2C atau B2B yang ada bisa diadopsi sampai tahap tertentu.

Jakarta, 8 Nopember 2016

Ikak G. Patriastomo

11/09/16

Konsolidasi Pengadaan

Sampai saat ini, konsentrasi sebagian besar pengelola pengadaan masih pada proses lelang. Pengadaan masih sering identik dengan lelang. Barang tidak datang, yang menjadi kambing hitam adalah pokja ulp. Barang tidak sesuai harapan, yang salah pokja ulp. Bahkan harga markup atau spesifikasi dipalsukan, yang disalahkan pokja ulp.

Dengan adanya lelang secara elektronik, tambah satu lagi pihak yang bisa jadi kambing hitam, yaitu LPSE. Bahkan ada pemahaman bahwa kalau sudah lelang secara elektronik maka harapannya tidak ada korupsi.

Ditambah lagi, penyerapan yang selalu terlambat, sekali lagi yang ditunjuk hidungnya adalah pokja ulp. Bisa dibayangkan, walaupun ulp DKI sudah berbentuk badan, tapi kalau jumlah paket lelangnya 5.000 paket, bisa dipastikan kontraknya pasti terlambat. Apalagi kalau dokumen lelang dari KPA/PPK datang terlambat.

Sudah saatnya dunia pengadaan pemerintah melihat persoalan dan solusi secara lebih komprehensif. Pengadaan bukan hanya proses lelang juga bukan hanya proses memilih penyedia. Pengadaan juga ditentukan oleh proses pengendalian kontrak pelaksanaan. Pengadaan juga perlu dipertimbangkan pada saat merancang kegiatan dan anggaran.

Perencanaan kegiatan, penganggaran dan pengadaan sepertinya tampak sebagai proses sekuensial. Padahal, ketiganya perlu menjadi proses yang iteratif untuk optimasi pencapaian tujuan program.

Ide lama yang belum digarap dengan serius adalah konsolidasi pengadaan. Proses ini dilakukan sejak dari tahap perencanaan. Perencanaan pengadaan yang menghasilkan rencana ruang lingkup paket pengadaan, jangka waktu pelaksanaan, perkiraan tingkat kompetisi dan posisi pasokan menjadi proses yang bolak balik dengan ketersediaan anggaran dan kebutuhan barang.

Konsolidasi akan menghasilkan proses lelang yang lebih sedikit jumlah paket lelang. Dengan demikian, konsolidasi akan mengurangi beban pokja ulp, termasuk menghemat waktu pelaksanaan pemilihan. Pada situasi ini, kebutuhan akan barang dan jasa dianalisis dengan melihat jumlah penyedia dan kelompok kualifikasinya. Kebutuhan dapat digabung menjadi satu paket dari banyak item barang dan jasa yang memiliki penyedia dengan kualifikasi penyedia yang sama.

Konsolidasi yang menghasilkan nilai paket pengadaan yang lebih besar akan memberi peluang didapatnya penyedia yang lebih kompeten, sekaligus memberi potensi keuntungan lebih besar bagi penyedia. Konsolidasi menjadi nilai paket lelang yang lebih besar tetap tidak menutup peluang bagi sub kontrak. Bahkan menciptakan peluang didapatnya mutu pekerjaan yang lebih standar dengan harga satuan yang lebih seragam.

Konsolidasi dari perspektif manajemen kegiatan juga akan mengurangi biaya overhead dari pengelola pengadaan (Pejabat Pembuat Komitmen) karena berkurangnya beban administrasi dan pengawasan pelaksanaan pekerjaan.


Proses konsolidasi yang sederhana dari tahap perencanaan dimulai dengan mengkategorikan barang/jasa ke dalam kelompok-kelompok yang berkaitan dengan kompleksitas suplai barang atau kompleksitas pekerjaan/penyediaan jasanya maupun nilai pengadaannya. Selanjutnya dikelompokkan berdasarkan karakteristik suplai dan penyedianya. Sampai tahap ini akan dikenali potensi menurunkan beban, risiko dan meningkatkan diskon serta memberi peluang usaha yang lebih berkelanjutan.

Pada tahap pemilihan, akan dimungkinkan suatu proses yang bersamaan waktunya untuk pekerjaan yang sifat penyedianya dalam kelompok yang sama sehingga akan mengurangi waktu evaluasi penawaran dengan melakukan evaluasi kualifikasi sekaligus.

Konsolidasi bukan hanya proses penggabungan paket pekerjaan, tetapi suatu proses yang mengoptimasikan seluruh aspek untuk mendapatkan "value for money" pengadaan.

07/03/16

Pengadaan Kapal Penangkap Ikan untuk Nelayan

Sekilas, kegiatan ini terkesan seperti hanya membagi kapal penangkap ikan ke nelayan. Namun, saya melihat di balik gagasan ini ada semangat yang "out of the box", yaitu membangun plasma industri perikanan laut (armada perikanan nasional).  Membagi kapal ke nelayan akan menghasilkan proses produksi perikanan laut yang sangat besar bila dibarengi dengan pembangunan "value chain"nya.

Saya membayangkan, ada peluang seluruh kekuatan nelayan akan digerakkan secara masif untuk menangkap ikan secara berkelanjutan di seluruh wilayah perairan Indonesia.  Nelayan akan memperoleh penghasilan yang lebih baik secara berkesinambungan, terkontrol dan terfasilitasi. Penghasilan dari kekayaan laut tidak terpusat pada pengusaha-pengusaha besar pemilik kapal-kapal penangkap ikan, tetapi juga terdistribusi ke seluruh nelayan-nelayan kecil.

Tentunya, pengembangan perikanan tidak boleh berhenti hanya dengan menyediakan kapal dan alat tangkapnya, tetapi perlu dilanjutkan dengan fasilitas pengumpul dan pengolahan, maupun pemasarannya. Sesuatu yang mungkin dilakukan dan dikelola dengan baik.

Tidak berhenti sampai di sini. Pengadaan 4.000 kapal penangkap ikan (senilai Rp. 4 trilyun/tahun) yang akan dilakukan tahun 2016 ini dan 4 tahun ke depan memiliki potensi yang luar biasa untuk membangun kemampuan industri galangan kapal yang jumlahnya lebih dari 200 galangan. Untuk itu, proses pengadaan perlu dirancang untuk memberi manfaat jangka panjang bagi berkembangnya industri kapal penangkap ikan dalam negeri.

Industri kapal perlu disiapkan untuk merespon kebutuhan kapal per tahunnya, sekaligus juga disiapkan skema kontrak jangka panjang agar skala ekonomisnya tercapai dalam jangka panjang. Untuk itu, pemilihan penyedia tidak perlu dilakukan setiap tahunnya karena semakin panjang jangka waktu kontraknya semakin memberi kepastian produksi dan belanja investasi yang diperlukan. Rantai supplai bahan dan peralatan pendukung perlu dikendalikan dan difasilitasi terpusat serta dikontrak tersendiri oleh KKP atau LKPP, tidak diserahkan ke masing-masing perusahaan.

Di samping itu, industri yang dekat dengan potensi perikanan perlu diberi kesempatan memperoleh nilai kontrak yang lebih banyak untuk mendorong perkembangannya, khususnya di luar pulau Jawa.

Semoga gagasan "armada perikanan nasional" segera terwujud dengan didukung oleh industri penunjang perikanannya (termasuk kapal penangkap ikannya). Sepertinya gagasan ini  lebih kongkrit dari pada gagasan yang bersifat fasilitasi pembiayaan, pemberian bantuan teknis, atau pembangunan infrastruktur perikanan, walaupun yang ini juga masih diperlukan.