09/06/13

Nilai Sosial pada Adopsi e-Procurement

Hery Suliantoro (2012) dalam disertasinya mengusulkan bahwa adopsi e-procurement sebagai proses yang melekat secara sosial memerlukan partisipasi sosial. Efektifitas implementasi kebijakan publik tidak selalu perlu dilakukan melalui pendekatan yang bersifat mandatori namun dapat dilakukan melalui gerakan yang inisiasinya bersifat partisipatif. Pendekatan ini akan memunculkan agen-agen perubahan yang secara kolektif melakukan perbaikan sistem. Nilai-nilai sosial seperti "volunteering based solidarity", nilai personal seperti "perceived behavioral control dan self-efficacy, lingkungan organisasi (komitmen pimpinan dan learning organization), dan kekuatan eksternal (good governance) ternyata secara bersama-sama mendorong terjadinya adopsi e-procurement. Oleh karena itu, dapat dimaklumi banyaknya inisiatif e-government yang tidak sukses mungkin karena melihat proses adopsinya hanya sebagai adopsi teknologi. Inisiatif e-gov tidak dapat disamakan dengan kasus pemanfaatan suatu teknologi oleh seseorang pada umumnya. Inisiatif implementasi e-gov perlu secara menyeluruh melihat nilai-nilai sosial yang perlu dikelola.

08/04/13

Strategi Implementasi e-Procurement di Indonesia

Sebagaimana kita ketahui bersama, pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini menghadapi masalah besar berkaitan dengan antara lain: • pasar pengadaan yang tidak terbuka (fragmented, hanya sebagian kecil pelaku usaha yang mendapat akses pada pasar pengadaan, arisan tender sampai pada dominasi pelaku usaha atau kelompok usaha pada pasar pengadaan dan premanisme); • kurangnya kapasitas manajemen pengadaan oleh instansi pemerintah dari aspek pengorganisasian maupun jumlah dan kompetensi personelnya; dan • bad governance (tidak transparan dan tidak akuntabel, penyalagunaan wewenang untuk kepentingan tertentu sampai tindak pidana korupsi).

Mulai tahun 2003, telah digulirkan agenda pembenahan di bidang pengadaan yang meliputi pembenahan aspek peraturan perundang-undangan melalui terbitnya Keppres 80 Tahun 2003, pemberian pedoman-pedoman berupa model dokumen pengadaan sampai pada penafsiran peraturan. Pembenahan juga mencakup bidang kapasitas SDM melalui pemberian pelatihan dan bimbingan teknis kepada semua pelaku serta mengujinya untuk mengukur tingkat pemahamannya pada satu elemen kompetensi. Saat ini lembaga yang khusus untuk mengawal dan memimpin pembenahan di bidang pengadaan sudah berdiri dengan Perpres 106 tahun 2007 (LKPP). Diharapkan, LKPP akan membangun dan melengkapi personil dalam proses pengadaan dengan berbagai alat dan kelengkapan yang dapat membantu pengelola pengadaan melaksanakan pengadaan dengan lebih mudah dan mencapai tujuannya. 

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, e-procurement dapat menjadi solusi strategis sebagai salah satu alat (tools) untuk melengkapi pengelola pengadaan bekerja lebih mudah. Lebih dari pada itu, dalam pengadaan barang/jasa publik, e-procurement menjadi solusi strategis karena kita dapat membangun satu pasar pengadaan dari Sabang sampai Merauke secara lebih efektif. Seluruh pelaku usaha dan seluruh pembeli (panitia pengadaan) akan bertemu di satu pasar yang sama, yang terbuka (aksesibel), bersaing secara fair, dan transparan. Tidak boleh ada satu pengusahapun yang tidak memiliki akses pada pasar. Jadi, perspektif memandang e-procurement harus bukan semata-mata merupakan alat yang membantu pengelola pengadaan, tetapi harus melihat e-procurement sebagai alat yang akan mendorong efisiensi belanja nasional dan meningkatkan daya saing usaha nasional melalui penciptaan satu pasar pengadaan yang terbuka dan bersaing secara fair. 
Disinilah letak perbedaan yang mendasar antara strategi membangun e-procurement di sektor privat (koorporasi) dengan sektor publik.

 Dengan persepktif seperti ini, Dewan TIK Nasional telah memutuskan bahwa hanya akan bangun 1 (satu) sistem pengadaan secara elektronik. Pengalaman dari disatukannya pasar modal Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta mendorong kebijakan perlunya 1 (satu) pasar e-proc. Dengan memahami kebijakan Dewan TIK Nasional serta esensi pasar pengadaan publik, maka menjadi tidak layak dan tidak perlu setiap instansi membangun sendiri kesisteman e-procurement. Dari seluruh komponen sistem e-procurement sektor publik, terdapat komponen yang perlu diperankan oleh setiap instansi, tetapi juga terdapat komponen yang perlu diperankan secara bersama-sama oleh seluruh stakeholder ataupun hanya diperankan oleh LKPP.

Membangun komitmen bersama di lingkungan kerja pengadaan perlu dilakukan oleh seluruh stakeholder. Sistem yang sudah terbangun akan mangkrak bila tidak terbangun keinginan untuk melaksanakan pengadaan secara lebih baik. Tidak adanya komitmen di instansi akan menyebabkan tidak terbangunnya sistem e-proc di instansi ybs. Komitmen ini tidak selalu harus dimulai dari atas. Seluruh stakeholder dapat berperan memulainya dari lingkungannya untuk kemudian mendorongkan tumbuhnya komitmen kepada sekelilingnya. Ada beberapa contoh komitmen yang didorong dari bawah. Mempersiapkan SDM dalam meng operasikan sistem e-procurement perlu diperankan oleh semua komponen masyarakat (instansi, LSM, perguruan tinggi, dan organisasi-organisasi dunia usaha). Semua sekolah-sekolah di bidang IT harus dan dapat menjadi garda terdepan untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan penggunaan sistem e-procurement.

Masih banyak rumusan strategi implementasi yang perlu didiskusikan berkaitan dengan komponen-komponen lain seperti penyediaan hardware, software, jaringan, konsultasi, regulasi, operasionalisasi, pengorganisasian, pelayanan kepada pengguna, bimbingan teknis dsb.

Salam: Ikak G. Patriastomo (Media Indonesia, 19 Mei 2008)


21/03/13

LPSE: Inisiatif untuk Menata Pasar Pengadaan

Tahun 2013 ini, dengan Inpres No. 1, 100% pengadaan barang/jasa Pemerintah didorong untuk dilakukan secara elektronik. Kalau ini terjadi, maka tidak kurang dari Rp. 600 trilyun akan dilelangkan melalui sistem elektronik Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Tahun 2012 yang lalu, lebih dari Rp. 150 trilyun sudah dilelangkan dengan selisih hasil lelang dengan pagu Rp. 15,6 trilyun (lihat http://report-lpse.lkpp.go.id). Manfaat yang tidak kecil. Untuk melengkapi sistem, fitur dalam sistem pengadaan secara elektronik juga bertambah dan lebih lengkap, termasuk menambah proses pengadaan dengan e-purchasing (suatu proses yang tidak lagi tergantung pada persaingan yang diciptakan oleh pengelola pengadaan, melainkan sudah terbentuk di pasar). Harapannya, LPSE akan segera menjadi e-market place yang sangat besar dalam waktu 5 tahun ke depan. Proses e-purchasing akan memastikan proses pemilihan barang/jasa dan penyedianya menjadi sangat sederhana, mudah, cepat dan murah tanpa berkurang efektivitasnya. Lebih lanjut, dengan berkembangnya jumlah transaksi maupun pihak yang bertransaksi di alam e-market place tersebut, maka efisiensi pengadaan secara nasional akan meningkat karena terbangunnya struktur distribusi baru yang harapannya lebih efisien karena rantai pasok lebih pendek dan lebih rasional sesuai nilai tambahnya. Para pelaku usaha yang terlibat dalam rantai suplai barang/jasa akan mentata kembali struktur distribusinya menyesuaikan dengan kebutuhan rantai suplainya.