18/06/15

Membangun Ekosistem Pengadaan

Jakarta, 29 Mei 2015.

Sampai hari ini, tingkat efisiensi pelaksanaan pengadaan masih terbatas. Potensi efisiensi ini masih besar diperoleh di tahapan baik perencanaan, pemilihan, pelaksanaan dan pemanfaatnya. Secara sederhana di setiap tahapan memberi peluang peningkatan efisiensi biaya tidak kurang dari angka 20% melalui perencanaan yang lebih matang, 10% dengan penataan kompetisi di pasar pengadaan, dan lebih dari 20% di tahap pelaksanaan dan pemanfaatnya.

Proses pengadaan pada akhirnya menuntut barang/jasa yang terdeliver sesuai rencana, baik dari segi waktu delivery maupun mutu. Hari ini, proses pengadaan belum mampu menjawab tuntutan delivery tersebut dengan banyaknya pekerjaan yang terlambat dan diserahkan tidak sesuai dengan kualitas yang direncanakan. Pekerjaan menjadi tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, bahkan pada banyak kasus tidak termanfaatkan atau bahkan rusak sebelum waktunya.

Dalam hubungan antara pengguna dan penyedia, pelaku pasar pengadaan masih sangat terbatas (penyedia yang terlibat tidak lebih dari 200 ribu unit usaha dari 4,2 juta unit usaha potensial) serta tidak kompetitif karena praktek monopolistik, oligopolistik, kartel dan berbagai macam persekongkolan di antara para pelaku usaha. Sebagian besar pelaku usaha menguasai banyak unit usaha dalam upaya menguasai kontrak pengadaan (banyaknya kasus pelelangan yang praktis dikuasai oleh sekelompok pelaku usaha).

Pasar pengadaan juga tersegmentasi (pelaku usaha yang berkontrak dengan pemerintah berbeda dengan swasta, 90 persen pelaku usaha beroperasi hanya di kabupaten dan sekitarnya, dan hanya 1 persen yang beroperasi secara nasional. Sebagian besar pelaku usaha yang kecil (90%) inilah saat ini membuat gaduh dunia pengadaan.

Kompetensi SDM pengadaan baru mendapat perhatian secara lebih serius pada tahun 2003 dengan Keppres 80/2003 yang mulai mengarahkan berkembangnya ekosistem ahli pengadaan. Dunia pengadaan mulai diperkenalkan dengan skema sertifikasi dan pelatihan kompetensi. Berbagai pihak mulai diajak untuk menyelenggarakan pelatihan kompetensi pengadaan. Saat ini, sudah terdapat tidak kurang dari 200.000 orang yang bersertifikat melalui pelatihan. Namun demikian, kompetensi pengadaan yang diharapkan untuk mampu melaksanakan pengadaan secara memadai masih dibutuhkan kompetensi lebih dalam lagi yang belum dapat diyakinkan dengan proses yang terjadi saat ini.

Akumulasi dari permasalahan inefisiensi, inefektifitas, persaingan tidak sehat di pasar pengadaan dan kompetensi SDM yang terbatas bermuara pada situasi “distrust” dari masyarakat dan aparat pengawas/penegak hukum. Pengadaan selalu disorot dengan kaca mata penuh curiga. Situasi tersebut tidak menguntungkan bagi orientasi mempercepat pembangunan karena di tengah kompetensi yang terbatas, seseorang menjadi selalu ragu-ragu melangkah untuk memproses pengadaan. Peraturan perundangan dan sistem pendukung Peraturan perundangan yang ada saat ini di samping masih terbatas (terlalu berlebihan untuk pekerjaan sederhana, tidak memadai untuk pekerjaan yang kompleks) juga sudah ketinggalan jaman, baik yang langsung maupun yang terkait. Banyak pemikiran baru yang harus dapat didukung oleh peraturan yang ada yang tidak dapat diimplementasikan saat ini secara maksimal karena peraturan perundangan yang terkait belum memberi ruang untuk itu.

Pengembangan Ekosistem Pengadaan
Secara sederhana, ekosistem pengadaan perlu ditumbuhkan dan didorong maturity-nya,  meliputi  1) organisasi dan kelembagaan pengadaan yang lengkap mewadahi semua kebutuhan sifat dan kompleksitas pengadaan, 2) pengembangan sumber daya manusia yang memungkinkan seluruh elemen terlibat dalam pengembangan kompetensi, 3) pemanfaatan teknologi informasi untuk memfasilitasi proses pengadaan dan menata pasar pengadaan, serta membuka ruang partisipasi publik yang lebih luas untuk menjaga akuntabilitas pengadaan dan 4) dukungan peraturan perundangan yang mendukung proses dan tatalaksana yang lebih berorientasi pada hasil.

Semua kebijakan terkait dengan elemen pembentuk ekosistem tersebut perlu secara komprehensif diformulasikan dan diimplementasikan bersama-sama walaupun memiliki roadmap yang berbeda-beda dan dengan kecepatan menghasilkan quick-win yang berbeda-beda pula.
Pengembangan kompetensi SDM adalah elemen yang kecepatannya relatif rendah dan memerlukan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan elemen misalnya penyediaan tools untuk proses pengadaan dan menata pasar (dengan teknologi informasi yang saat ini).

Oleh karena itu, belajar dari pengalaman LKPP selama ini dalam penerapan e-procurement, adopsi teknologi informasi dan komunikasi yang secepatnya dan seluas-luasnya dapat menjadi pintu masuk dan menjadi kebijakan yang strategis untuk memberi quick win dalam kebijakan pengadaan untuk percepatan pembangunan.

Walaupun penerapan e-procurement memerlukan 4-5 tahun untuk sampai pada titik no point of return, tetapi dibandingkan elemen lain strategi ini jauh lebih cepat memberi hasil.
Adopsi teknologi informasi yang “terkini” (Web 2.0 atau social software) akan memberi peluang yang lebih besar untuk menggalang partisipasi dan kolaborasi berbagai pihak secara massal (Pengadaan 2.0) sehingga kecepatan menjawab issue pengadaan lebih tinggi.

Secara lebih spesifik, Pengadaan 2.0 adalah strategi mengadopsi teknologi Web 2.0 dalam kebijakan dan operasi pengadaan. Strategi Pengadaan 2.0 memungkinkan semua pihak termasuk pihak yang selama ini menjadi customer LKPP dapat mengambil bagian dalam penyelesaian isue-isue pengadaan. Lebih jauh lagi, semua pihak dapat melakukan inovasi dan secara kolaboratif dapat digunakan oleh semua pihak. Strategi ini di samping bersifat fasilitatif juga menuntut perubahan budaya kerja semua orang yang terlibat di dalamnya.

Dengan strategi ini, LKPP tidak perlu kuat dan besar, tetapi cukup berparadigma melayani dan menggerakkan. Birokrasi pengadaan akan lebih berorientasi melayani.
Keterbukaan informasi (open), kesediaan berbagi (share) dan berkolaborasi (collaborate) akan mendorong inovasi dan “trust”. Pengadaan akan menjadi ekosistem yang menyenangkan juga responsif terhadap kebutuhan perubahan yang cepat.

Dengan strategi Pengadaan 2.0, lembaga seperti LKPP dan lembaga pemerintah lainnya bukan lagi sebagai pengambil peran dominan dalam perubahan, akan tetapi hanya menjadi bagian dari ekosistem pengadaan yang akan terus-menerus berkembang. Semua pihak dan sebanyak-banyaknya pihak dengan strategi ini akan mendapat ruang untuk mengambil bagian dalam pengembangan ekosistem pengadaan.


LKPP cukup hanya berfungsi sebagai salah satu titik penggerak awal perubahan (katalis). Dengan demikian, terganggunya dan terhambatnya pertumbuhan beberapa komponen ekosistem akan selalu diambil alih oleh komponen lainnya sehingga ekosistem pengadaan secara keseluruhan tidak akan terganggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar