20/11/08

LELANG atau TIDAK LELANG

Pengadaan sebagai proses mendapatkan barang atau jasa telah memperkenalkan berbagai cara (metode) dalam upaya mendapatkan barang atau jasa dengan harga yang terbaik (dari sisi konsumen), sesuai kebutuhan, baik dari sisi kualitas, kepastian waktu memperolehnya maupun volumenya.

Metode tersebut dikenal dengan lelang. Di dalam aturan kita (Keppres 80 Tahun 2003) diperkenalkan metode-metode: Pelelangan Umum dan Pelelangan Terbatas.

Pelelangan dalam pengadaan publik merupakan metode memilih penyedia yang paling menjamin bahwa harga yang diperoleh merupakan harga yang terbaik. Harga adalah salah satu tujuan penting dalam pengadaan.

Lebih dari pada itu, pelelangan adalah metode yang paling menjamin bahwa semua pelaku usaha mendapat kesempatan berkompetisi secara adil. Hal ini sudah menjadi perintah undang-undang yang mengatur persaingan usaha yang sehat.

Selanjutnya dengan menggunakan metode pelelangan pengelola pengadaan menjadi lebih mudah untuk mempertanggungjawabkan hasil pengadaan, termasuk mempertanggung jawabkan harganya. Hal ini yang kemudian menjadi pokok persoalan agar proses yang dilakukan dijamin tidak terdapat unsur tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Namun demikian, pada dasarnya tidak setiap situasi memungkinkan dilaksanakannya proses pelelangan. Hal ini perlu digarisbawahi, karena ada persepsi bahwa proses pengadaan yang tidak melalui lelang langsung dianggap salah.

Situasi pertama, apabila penanganan memerlukan waktu yang cepat (mendesak), biasanya karena darurat atau bencana, maka menjadi tidak mungkin dilakukan proses pelelangan.

Situasi kedua, pelelangan juga tidak akan efektif apabila diketahui dengan pasti bahwa hanya terdapat satu penyedia yang dapat memberi barang atau jasa sesuai kebutuhan kita.

Pengertian satu penyedia tidak harus diartikan di dunia ini hanya ada satu penyedia. Situasi satu penyedia dapat muncul karena faktor lokasi, waktu, volume kebutuhan, spesifikasi dll.

Di samping itu, pelelangan pada dasarnya adalah proses yang memakan waktu dan biaya. Oleh karena itu, untuk pengadaan dengan skala kecil atau nilai kecil, dan dari sisi waktu dan biaya menjadi tidak sebanding apabila diproses secara pelelangan, maka diperlukan metode yang lain, tanpa mengurangi akuntabilitas.

Di banyak pedoman pengadaan (termasuk Keppres 80 Tahun 2003), skala dan nilai tersebut kemudian ditetapkan dan diatur untuk mengurangi peluang disalahgunakan. Misalnya untuk organisasinya PBB, pengadaan dengan nilai antara US$ 2.500 sampai dengan US$ 30.000 dituntut harus membandingkan penawaran dari 5 (lima) penyedia dengan jangkauan domisili seluas mungkin.

Ketentuan dalam Keppres 80 Tahun 2003, penentuan apakah pengadaan dapat diproses dengan lelang atau tidak adalah hasil penilaian dan keputusan Panitia Pengadaan bersama-sama dengan pejabat pembuat komitmen. Panitia Pengadaan adalah pihak yang paling kompeten untuk dapat menentukan apakah kebutuhannya mendesak atau tidak, penyedianya satu atau banyak.

Dalam banyak kasus selama ini, Panitia Pengadaan sering dihadapkan pada situasi yang serba salah karena penugasan yang diberikan kepadanya tidak memberi waktu yang cukup untuk memproses lelang. Bukan karena kondisi yang mendesak, tetapi lebih karena terdesak waktu (habis waktu).

Di sini perlunya kerjasama yang baik antara Panitia Pengadaan dengan pemilik/penanggung jawab kegiatan. Penanggung jawab kegiatan perlu menyadari bahwa proses pengadaan yang benar memerlukan waktu minimal 18 hari kerja, sehingga penugasan kepada panitia perlu diberikan jauh-jauh hari sebelumnya.

Oleh karena itu, rencana pengadaan yang tersusun dengan cermat pada saat penyusunan rencana kegiatan dan anggaran, sudah dijadwal kapan harus mulai pengumuman, besarnya jumlah dan nilai paket pengadaan, akan membantu Panitia untuk mendapatkan penawaran yang sebanyak-banyaknya sehingga diperoleh harga yang terbaik.

Salam:
Ikak G. Patriastomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar