22/01/11

LPSE: Pengelola e-Market Place Pengadaan Indonesia

Mengapa pengadaan barang dan jasa pemerintah tidak efisien? Diskusinya bisa panjang lebar dan berhari-hari. Bisa menjadi diskusi yang menarik, bisa menjadi diskusi yang membosankan manakala jawabannya selalu kembali ke regulasi yang multitafsir.

Saya selalu tidak sependapat dengan menjadikan regulasi sebagai kambing hitam. Dalam pemahaman saya, regulasi yang ada sudah cukup memadai, walaupun tentunya tidak sempurna, untuk menjawab tantangan yang ada. Singkatnya, regulasi yang ada cukup memadai bila pengadaan dilakukan oleh pelaksana yang paham betul dengan kebutuhannya maupun bagaimana dunia usaha merespon kebutuhan itu.

Kapasitas pelaksana ini menjadi salah satu tantangan besar kita. Bagaimana melatih dan mendidik sekian banyak pelaksana pengadaan secepat-cepatnya sehingga efisiensi segera tercipta?

Di sisi yang sebaliknya, dunia usaha merespon kebutuhan barang dan jasa pemerintah dengan persepsi yang sangat beragam yang lebih dominan pada keinginan mengeksploitasinya. Pada mainstream seperti ini, persaingan usaha yang sehat dalam pengadaan adalah kalimat yang “asing”. Tender sebagai mekanisme persaingan usaha yang sehat tidak dapat terwujud dengan benar. Pengadaan kemudian didominasi oleh praktek tender “arisan”, yang diatur baik secara vertikal maupun horisontal.

Tantangan dengan mainstream seperti ini, bagaimana memastikan proses pengadaan (dalam pengertian tender) dapat diikuti oleh sebanyak-banyaknya pelaku usaha, tidak tersekat-sekat oleh batas-batas administrasi maupun wilayah geografi, tidak dihalang-halangi untuk menawar, tidak diancam manakala tidak mau ikut arisan dan sebagainya.

Teknologi informasi dengan solusi e-procurement terbukti mampu menjawab tantangan tersebut. Namun demikian, e-procurement (e-tender) yang bagaimana yang secara maksimal mampu menyelesaikan segala persoalan ikutannya? Persoalan menjamin “trust” (karena banyaknya persekongkolan vertikal), persoalan menjamin akses semua pelaku usaha, persoalan pemahaman pelaku pengadaan maupun pelaku usaha yang pasti tidak semuanya mengerti komputer dan mengoperasikannya, dll.

Oleh karena itu, berkembang visi: e-procurement (e-tender) yang dapat segera diterapkan, sekaligus menjamin pengadaan yang terbuka dan menyatu (perlu huruf tebal), bersaing sehat serta transparan.

Kata kuncinya adalah 1 (satu) e-market place pengadaan nasional. Namun demikian, 1 (satu) tidak boleh kemudian diartikan terpusat dan satu pengelolaan. Dalam konteks Indonesia yang berpulau-pulau, desentralistik, daerah yang otonom termasuk kepercayaan kepada pemerintah yang belum memadai sehingga efektifitas komando biasanya terbatas, serta infrastruktur IT yang belum memadai dan merata di semua wilayah, maka satu e-market place harus dimaknai banyak market place tetapi menjadi satu.

Visi dan gagasan ini ternyata tidak mudah dipahami. Mungkin juga karena tidak cukup memadai dikomunikasikan. Salah persepsi yang pertama, e-market place seolah-olah dikelola oleh instansi pengelola pengadaan (panitia pengadaan atau Unit Pengadaan). Unit pengadaan tidak boleh mengelola e-market place yang dalam hal ini kemudian disebut dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik atau LPSE. Salah persepsi yang kedua, LPSE hanya dibangun oleh Pemerintah. LPSE boleh dibangun oleh siapa saja dan dapat digunakan oleh pengelola pengadaan yang terdekat. Next.... (Ikak G. Patriastomo)

8 komentar:

  1. Aspek plus dari LPSE berdasarkan pengalaman LPSE Kalteng sampai tahun akhir 2010 antara lain, secara tidak langsung membuka lebih dari 1.000 lapangan kerja baru bagi tenaga komputasi perusahaan, karena keharusan tenaga lelang elektronik perusahaan harus diregistrasi resmi oleh perusahaan bersangkutan sebagai syarat legal perusahaan pengguna LPSE yang diterapkan sama diseluruh Indonesia. Jumlah ini akan terus meningkat seiring penerapan wajib Perpres 54 / 2010 di Indonesia. Dari kegiatan lelang sejak 2009 s/d 2010 mayoritas pemenang tender tercatat hanya satu rekanan dari luar Kalteng yaitu dari Banjarmasin untuk kegiatan asuransi anggota DPRD Provinsi Kalteng. Hal ini terkait dengan overheat cost yang harus dikeluarkan, bila rekanan dari luar daerah.
    LPSE Kalteng juga secara tidak langsung mendorong perusahaan membayar pajak, karena syarat untuk menggunakan LPSE harus punya NPWP dan lunas pajak. LPSE Kalteng menyediakan fasilitas ruang bidding / training / akses internet gratis kepada masyarakat pengusaha Kalteng dalam jam kerja kantor dan dapat dibuka diluar jam kerja bila ada force majeure (koneksi internet lambat / terputus), sehingga lelang dijamin terus dapat berjalan sebagaimana mestinya.
    Go green, banyaknya penghematan kertas dengan penggantian oleh dokumen elektronik dalam proses lelang amat signifikan.
    Hal lain bahwa terjadi proses mulai meningkatnya kepercayaan masyarakat bahwa PNS di daerah ini terus berupaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam pelayanan publik, karena LPSE ini hanya berfungsi bilamana tiga unsur utama dari pemerintah, swasta dan masyarakat dapat berkolaborasi, yaitu dalam lelang elektronik dapat berjalan bila ada paket dari pemerintah, penawar dari para rekanan / vendor / pengusaha dan tenaga teknis komputasinya.
    Sertifikasi tenaga e-tender (procurement)dan aspek legalitas pusat pelayan non pemerintah, akan menjadi standar pokok bilamana operator LPSE ini dari pihak non pemerintah. Pada suatu hari nanti, dapat terjadi pemerintah hanya menjamin regulasi dan tidak lagi menjadi operator LPSE ini. (Herson - Palangka Raya).

    BalasHapus
  2. Mamat (IAPI Mamuju SULBAR)27 Maret 2011 pukul 19.47

    Banyak yang menolak kehadiran LPSE tapi banyak juga yang membanggakan LPSE, padahal yang kita ketahui bahwa LPSE itu salah satu agenda yang sangat membanggakan karena selain mempermudah dalam proses tender, efisiensi anggaran tender juga aspek transparansinya yang baik. oleh karena itu marilah kita dukung bersama-sama LPSE untuk kemajuan bangsa ini. karena bangsa yang baik adalah bangsa yang ingin maju........ MERDEKA.....

    BalasHapus
  3. Merdeka... ^_^

    saya mau belajar dulu.... cara menginstallnya di server...

    BalasHapus
  4. apakah ada rencana/milestone semua LPSE ini terintegrasi? sudah online, tapi repot sekali verifikasi berkas harus datang secara fisik ke LPSE yang dituju. apakah juga untuk mencari tender harus melihat ke masing2 website LPSE? apakah tidak ada cara yang lebih praktis cukup hanya melihat ke satu website saja? terima kasih sebelumnya telah berkenan berbagi pandangan.

    BalasHapus
  5. Pak Sutan,
    LPSE akhir tahun 2011 ini diharapkan sudah terintegrasi (single sign on: user cukup terdaftar di salah satu LPSE).
    Pengumuman lelang bisa dilihat di www.inaproc.lkpp.go.id sebagai portal pengadaan nasional.

    BalasHapus
  6. Proses pengadaan melalui LPSE tidak menjamin berjalannya TENDER sesuai peraturan perundangan, semua kembali kepada pihak penyelenggara Tender itu sendiri, misalnya PT. PELNI, sebagai BUMN PT. PELNI memiliki prosedur tersendiri dan tidak mengacu kepada KEPPRES, jadi suka-suka saja menerapkan proses tendernya, silahkan di cek saat ini sedang ada proses tender jasa pengamanan darat dan di atas kapal PELNI, Pemenangnya pasti PT. Kelola Jasa Amanusa (pengumuman pemenang 14 Juni 2011)

    BalasHapus
  7. Ada solusi alternatif?

    BalasHapus
  8. Pengalaman LPSE Kalteng sebagai sub sistem LPSE Nasional, sampai hari ini melelang lebih dari 600 paket dengan pagu melebihi Rp 1 Trilyun, dan kecurigaan thdp LPSE nampaknya terus menurun dibandingkan awal penerapan LPSE seiring pemahaman vendor / rekanan ttg upaya sangat keras pemerintah meningkatkan mutu prosedur pengadaan barang / jasa (PBJ) dan pemahaman pendalaman mereka ttg. PERPRES 54 / 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah beserta Perka LKPP yg menjabarkan lebih jauh Perpres 54 / 2010 tsb.

    PERPRES 54 / 2010 sudah mengganti Keppres 80 /2003 dan seluruh perubahannya, sehingga secara bertahap lelang manual semakin berkurang. Identitas dokumen digital atau DNA file pengadaan menggunakan aplikasi pengaman dokumen (APENDO) yg terus dikembangkan Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG) salah satu fasilitas yang memberikan kepastian dari sisi pengusaha / rekanan dan panitia serta auditor. Kecurigaan terhadap hasil lelang dapat diverifikasi dengan mencocokkan kunci / kode digital tersebut, yang sampai saat ini aman bagi proteksi dokumen baik di pihak rekanan maupun pihak panitia / sisi pemerintah. Proses PBJ per paket yg pendek, dimana melalui prosedur ini diperoleh pemenang PBJ yang terbaik, nampaknya amat membantu keamanan PBJ elektronik. Bila hasil lelang telah diumumkan melalui LPSE, maka proses dokumentasi selanjutnya dilakukan secara manual prosedur kontrak. Dokumen PBJ, sesuai jadwal lelang, tahap demi tahap di kunci dalam database yang terlindungi kode elekktronik. Pihak yg ingin merusak proses lelang, selama ini, tidak cukup waktu mengotak-atik aplikasi SPSE, dimana database setiap tahap / jadwal lelang, langsung tertutup setelah setiap tahapan itu selesai.

    Membaca surat “ANONIM”, saya melihat kegalauan dan masih adanya kecurigaan bahwa pemerintah kita belum ingin berubah dalam hal PBJ ini. Namun sayang, yang bersangkutan menuangkan prasangka buruk, dengan indikasi pengetahuan amat minim tentang upaya dan peraturan yg telah dibuat pemerintah. Itu terlihat dengan kalimat “…tidak mengacu kepada KEPPRES, jadi suka-suka ....”. Bahwa LPSE diatur oleh negara dengan PERPRES 54 / 2010, bukan KEPPRES.
    Bahwa setiap pihak / pengusaha yang telah teregister dan mendapat hak akses dalam LPSE dapat diaudit oleh auditor, karena sistem ini menyediakan modul auditor elektronik. Jadi bila ada keberatan dgn suatu lelang elektronik, ada tahapan masa sanggah dan bila kurang puas dapat dilakukan sanggah banding. Sanggah banding akan mendayagunakan auditor elektronik membuka kode elektronik dan isi dokumen yang akan di verifikasi secara detil. Bahwa dalam file elektronik terdapat kode-kode elektronik (HASH) dan kode-kode proteksi serta sifat bawaan setiap file yang dibuat, sifat-sifat bawaan ini tidak pernah identik antara file yg satu dgn file lainnya. Dengan menggunakan kode-kode bawaan inilah sistem APENDO membaca dan memberikan kode elektronik tambahan untuk menjaga keaslian file-file lelang masing-masing paket, dan terjamin tidak akan dapat diakses oleh pihak yang tidak berhak. Meski ilmu pengetahuan itu tidak terbatas, ternyata proteksi dokumen elektronik saat ini masih sangat sulit ditembus oleh yg tidak berhak. Waktu lelang yang singkat, salah satu faktor yg menghambat dekoding elektronik sesuai tingkat kekuatan proteksi file LPSE saat ini. Saat dekoding sibuk dilakukan, lelang paket sudah usai.

    BalasHapus