06/03/10

2012 Bisakah dimulai e-Procurement di Indonesia

Th 2008: Piloting e-Procurement

Rasanya, keinginan masyarakat untuk diberantasnya praktek-praktek korupsi dalam pengadaan barang/jasa telah berkembang semakin kuat sejalan dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat.

Dalam pengadaan, peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi dapat dicegah, salah satunya dengan menjamin proses pengadaan dilakukan secara transparan. Proses yang transparan disertai dengan prinsip adil dan nondiskriminasi akan membawa pada persaingan usaha yang sehat sehingga dimungkinkan diperoleh harga barang yang kompetitif dan bebas korupsi.

Untuk mewujudkan proses tersebut, maka perlu dibangun satu alat yang membantu panitia dan pengelola pengadaan melaksanakan pengadaan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunkasi, peluang untuk menjamin pelaksanaan proses pengadaan yang transparan, terbuka dan persaingan yang sehat lebih dimungkinkan saat ini.

Sebagaimana yang dicanangkan oleh Menteri PPN waktu itu (Sri Mulyani) tanggal 25 Agustus 2005, keinginan untuk menyelenggarakan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah secara lebih efektif, efisien dan akuntabel serta mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak telah mendorong Pemerintah untuk segera menyelengga rakan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik berbasis internet (e-Procurement).

Di samping itu, berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, proses pengadaan barang/jasa Pemerintah harus dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, dan mulai menggunakan e-procurement.

Secara umum, penggunaan E-procurement pada dasarnya akan:
1). Meningkatkan transparansi dan keterbukaan dalam proses pengadaan barang/jasa Pemerintah. Siapapun dapat melihat proses pengadaan yang dilakukan, sehingga masyarakat luas dapat ikut mengawasi proses pengadaan yang dilakukan oleh suatu instansi.
E-procurement akan menjadi alat dan mekanisme pengawasan oleh masyarakat pada proses pengadaan barang/jasa sehingga memperkecil peluang terjadinya penyimpangan yang biasanya mengindikasikan pula terjadinya korupsi dan kolusi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan. Masyarakat dapat mengetahui perusahaan yang memenangkan lelang di suatu instansi beserta harga penawarannya termasuk mengetahui jumlah dan perusahaan yang mengikuti lelang.

2). Meningkatkan persaingan yang sehat di antara pelaku usaha untuk mendapatkan kontrak dengan Pemerintah. Hambatan-hambatan bagi pelaku usaha dapat diminimalkan sehingga seluruh pelaku usaha yang benar-benar merupakan pelaku usaha akan mendapat akses yang sama untuk mengajukan penawaran. Dengan e-procurement, kelompok-kelompok pelaku usaha berkurang peluangnya untuk melakukan arisan lelang.

3). Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah. Selama ini, sebagian pengelola pengadaan mengeluhkan rumitnya proses pengadaan karena harus berhadapan dengan pelaku usaha yang tidak profesional. Sanggahan dan pengaduan menjadi menu harian yang melelahkan. Seringkali proses leleng belum selesai, tetapi pengaduan adanya KKN sudah sampai ke Kepolisian. Sanggahan seringkali keluar dari konteks sanggahan. E-procurement akan sedikit banyak membantu sebagian proses interaksi dengan peserta lelang. Proses pengumuman sampai dengan pembukaan penawaran akan dilakukan oleh sistem. Setelah pemenang lelang diperoleh berdasarkan evaluasi panitia, sistem akan mengumumkan hasil lelang.

Kemudian, pada saat Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan, dicanangkan penggunaan e-procurement di Departemen Keuangan pada tahun 2008. Sebelumnya, pemerintah provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah dan Gorontalo telah menandatangani MUO dengan Bappenas tahun 2007 untuk mulai menerapkan e-procurement di tahun 2008. Kemudian MOU yang sama menyusul dengan pemerintah kota Denpasar dan Yogyakarta.

Dengan antusiasme yang tinggi pula, saat ini provinsi DI Yogyakarta dan pemerintah kota Makassar juga sedang mempersiapkan langkah-langkah implementasi e-procurement dengan target tahun 2008 ini sudah mulai beroperasi. Pada tahun 2009, 19 propinsi sudah dapat dilayani sistem e-procurement yang diselenggarakan oleh 35 Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dengan nilai transaksi pelelangan Rp. 3,35 trilyun. Dengan tren ini, semoga target 2012 optimis bisa diwujudkan.

http://www.academia.edu/4873855/Implementasi_e-Procurement_Inovasi_Pelayanan_Publik_sebagai
Salam:
Ikak G. Patriastomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar