18/07/12

E-procurement, agar pengadaan yang tidak prosedural

Sampai saat ini, praktek pengadaan barang dan jasa pemerintah cenderung terjebak pada aspek prosedural. Para pengelola pengadaan cenderung mengutamakan terpenuhinya prosedur dari pada memikirkan tujuan organisasi dengan tercapainya tujuan pengadaan. Dapat dimaklumi, karena kesalahan prosedur cenderung langsung ditafsirkan dengan tindak pidana korupsi.

Keberadaan LKPP dengan Perpres 54/2010 nya harus diakui belum memecahkan kebuntuan ini. Keinginan untuk menegakkan governance dalam pengadaan telah berkontribusi menciptakan momok yang luar biasa. Kreativitas dalam pengadaan menjadi sesuatu yang menakutkan.

Penerapan e-procurement untuk memfasilitasi proses pengadaan, yang melelahkan dengan aspek prosedural dan administrasinya, dapat menciptakan terobosan untuk memecah kebuntuan kebijakan pengadaan saat ini.

Pada saat pengadaan tidak jarang menghasilkan harga barang yang tidak dijamin murah (paling baik), penerapan e-procurement diharapkan dapat memberi solusi dengan proses yang sama sekali baru, sebagai inovasi, untuk menjamin diperolehnya harga yang paling baik. Pada saat proses pengadaan tidak menjamin memberi kesempatan yang sama bagi semua pelaku usaha, proses pengadaan melalui e-procurement diharapkan dapat menciptakan akses yang sama dan fair bagi semua pelaku usaha.

Namun demikian, e-procurement tidak boleh hanya dipandang sebagai alat dalam proses pengadaan. Pada waktu yang sama dibutuhkan perubahan pola pikir, regulasi, pelatihan yang berbeda dengan sebelumnya, serta tahapan (bisnis proses) pengadaan. Tahapan pengadaan dalam Perpres 54/2010 yang notabene adalah prosedur berbasis manual harus dibongkar untuk dibangun suatu bisnis proses yang baru berbasis teknologi informasi. Tidak lagi perlu dikenalkan solusi berdasarkan prosedur lelang umum, misalnya. Reverse auction bisa jadi adalah proses yang perlu segera diadopsi sebagai bisnis proses pengadaan ke depan.

Salam,
Ikak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar