19/10/08

Visi Pengadaan

Belanja pemerintah dalam APBN maupun APBD yang akan dilaksanakan melalui pengadaan setiap tahunnya akan mencapai nilai lebih dari Rp. 360-400 trilyun. Dengan anggaran sebesar ini, kita akan berpotensi kehilangan Rp. 70-80 trilyun apabila kinerja pengadaan masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

Bisa dibayangkan, dengan Rp. 80 trilyun, berapa banyak infrastruktur yang dapat dibangun, atau berapa banyak sekolah dapat diperbaiki. Kalau tidak salah hanya perlu Rp. 1,2 trilyun untuk membenahi Jakarta agar tidak banjir yang diminta DKI..

Di sini perlu dukungan semua pihak agar masyarakat tidak kehilangan manfaat sebesar Rp. 80 trilyun dalam proses pengadaan.

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah perlunya perhatian dari semua pejabat di berbagai tingkatan untuk mengevaluasi kembali kinerja pengadaan di unit kerjanya. Pada tahap ini idealnya semua kontrak dilihat satu persatu untuk melihat unit cost yang terjadi dalam kontrak. Di tingkatan yang lebih tinggi, unit cost dapat dibandingkan antara unit kerja yang satu dengan yang unit kerja yang lain. Dapat dipastikan bahwa akan menghasilkan gambaran unit cost yang berbeda-beda. Biasanya, kawan-kawan di pengawasan intern melihat hal ini.

Evaluasi kita selama ini, unit cost pengadaan kita rata-rata lebih tinggi dari harga pasar (20%). Angka ini menunjukkan ada yang salah dengan pengadaan kita. Bila kita dapat mengupayakan pengadaan yang sesuai harga pasar saja, ada tambahan manfaat sebesar Rp. 80 trilyun bagi masyarakat.

Di kalangan profesi dan praktisi pengadaan, proses pengadaan yang memungkinkan memperoleh harga pasar apabila pengadaan dilakukan melalui pelelangan. Namun juga dimaklumi bahwa lelang bukanlah proses yang sederhana sehingga dituntut dilaksanakan oleh personil yang kredibel, memiliki integritas, motivasi, kompetensi memadai dan kinerja yang baik.

Pada saat SDM pengelola pengadaan yang kompeten sangat terbatas, proses pengadaan dengan pelelangan menjadi semakin rumit persoalannya. Maka kemudian muncul kecenderungan untuk memilih proses penunjukan langsung (PL). Sehingga kalau di forum-forum yang muncul selalu pertanyaan di sekitar kriteria PL. Ini menunjukkan PL masih sangat disukai karena prosesnya menjadi sangat mudah, semua bisa diatur, semua kekurangan yang ada dapat dinegosiasikan.

Tentunya proses PL tidak ideal untuk mencapai tujuan pengadaan, yaitu mendapatkan penawaran yang terbaik tidak tercapai, termasuk sesungguhnya tidak mudahnya mempertanggung jawabkan hasil pengadaan (dan harga). Proses PL ini (untuk pekerjaan nilai besar) mudah ditunggangi oleh kepentingan untuk memperkaya diri (korupsi).

Oleh karena itu, sesungguhnya wajar bila di masyarakat (hal ini menurut saya yang berbahaya) berkembang logika bahwa PL sama dengan korupsi.

Kesimpulan pertama, aspek SDM pengelola pengadaan perlu diperhatikan, perlu dilatih agar meningkat.

Pengelola pengadaan yang kompeten dan kredibel akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada birokrasi. Sampai sekarang, masyarakat masih skeptis terhadap proses pengadaan. Masyarakat, khususnya dunia usaha masih belum percaya apakah ada proses lelang yang benar-benar fair. Sehingga, walaupun pengelola pengadaan mengumumkan lelang, pelaku usaha masih ragu untuk mengajukan penawaran. Dengan demikian, jumlah penawaran masih terbatas dari antara pelaku usaha yang selama ini terlibat dengan pengadaan pemerintah. Sebagian besar pelaku usaha (95%) tidak terdorong untuk mengikuti pelelangan.

Situasi distrust ini merupakan tantangan yang tidak sederhana bagi panitia pengadaan. Banyak kasus proses pelelangan yang diwarnai dengan kondisi saling curiga dan saling tuduh bahwa terjadi KKN.

Banyaknya sanggahan, sanggahan banding dan pengaduan yang menjadi menu sehari-hari yang hampir selalu ada dalam proses pelelangan adalah indikator masalah tersebut. Akibatnya, proses lelang menjadi tidak efisien, melelahkan dan tujuan utama menjadi terlupakan.

Perlunya membangun trust dalam proses pelelangan ini perlu menjadi isu yang ditonjolkan. Dalam Keppres 80 Tahun 2003, Pakta Integritas adalah salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa pengelola pengadaan bertekad menjaga integritas proses dan dirinya. Tentunya, di pihak peserta pelelangan juga dituntut hal yang sama.

Salam:
Ikak G. Patriastomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar