19/10/08

Persaingan Usaha yang Sehat

Seperti halnya belanja yang kita lakukan, pengadaan barang atau jasa publik dalam rangka memberi pelayanan kepada masyarakat pada prinsipnya harus berorientasi untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga yang terbaik (harga termurah atau sepadan), jumlah dan mutu yang sesuai kebutuhan, serta tepat waktu. Agar keinginan ini dapat tercapai maka pasar harus diatur agar kita sebagai konsumen memiliki peluang untuk memilih barang yang ditawarkan oleh sebanyak-banyaknya pelaku usaha yang saling bersaing.

Pada sisi yang lain, pelaku usaha melihat kebutuhan belanja akan barang dan jasa (termasuk belanja pemerintah) merupakan peluang pasar. Semua pelaku usaha akan berkeinginan untuk menguasai peluang pasar yang ada sehingga memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Agar keinginan ini juga tercapai maka pasar harus diatur agar semua pelaku usaha terbuka peluangnya untuk ikut persaingan dalam memperebutkan peluang pasar yang ada. Dengan demikian, setiap pelaku usaha akan terdorong untuk terus meningkatkan daya saingnya agar dapat memanfaatkan peluang pasar yang ada.

Dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, kedua keinginan ini perlu diatur agar konsumen tidak berkurang peluangnya untuk mendapatkan barang yang sesuai, dan agar semua pelaku usaha tidak berkurang kesempatannya memperoleh akses yang sama.

Pada situasi yang berbeda, proses pengadaan juga perlu diatur untuk mengantisipasi kecenderungan melaku-kan praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat dan memonopoli pasar.

Di sisi konsumen, situasi menjadi kritis pada saat pihak yang melakukan belanja bukanlah konsumen yang langsung berkepentingan atau yang memiliki uang belanja, seperti belanja oleh korporasi atau instansi pemerintah. Pada situasi ini, pihak yang belanja dapat berpotensi menciptakan praktek persaingan yang tidak sehat dengan tujuan untuk mendapat keuntungan pribadi dari belanja yang dilakukannya, dengan mengadakan persekongkolan dengan pelaku usaha, dan menutup peluang bagi pelaku usaha yang lain. Hal ini dikenal sebagai persekongkolan vertikal.

Kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah dilakukan dan dimulai dengan persekongkolan seperti ini. Dengan kata lain, tindak pidana korupsi dapat dilakukan karena pelaku usaha bersedia bersekongkol dengan pihak yang melakukan belanja. Demikian pula sebaliknya. Di sini, terdapat hubungan yang sangat erat antara tindak pidana korupsi dengan praktek persaingan usaha yang tidak sehat.

Di sisi pelaku usaha, akan terdapat kecenderunagn pelaku usaha menguasai pasar sepenuhnya, termasuk meniadakan pesaingnya atau bersama-sama pelaku usaha pesaingnya mengatur pasar. Pada situasi ini, praktek persaingan usaha tidak sehat tidak melibatkan pihak yang belanja, dan dikenal sebagai persekongkolan horisontal.

Antisipasi terhadap kecenderungan tersebut maka dalam pengembangan konsep pengaturan pengadaan barang dan jasa di sektor publik diperkenalkan prinsip terbuka dan bersaing yang berarti proses pengadaan harus dijamin dapat diikuti oleh sebanyak-banyaknya pelaku usaha yang berminat dan tercipta persaingan sehat yang efektif.

Larangan persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan secara eksplisit telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Undang-undang ini, pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang pengadaan sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.

Praktek yang dapat dikategorikan persekongkolan pengadaan antara lain :
a. Kerjasama dua pihak atau lebih untuk mengatur dan/atau menentu kan pemenang pengadaan.
b. Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya.
c. Membandingkan dokumen penga daan sebelum penyerahan.
d. Menciptakan persaingan semu.
e. Menyetujui dan atau menfasilitasi terjadinya persekongkolan.
f. Tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenang kan peserta lelang tertentu.
g. Pemberian kesempatan ekslusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti pelelangan dengan cara melawan hukum.

Dengan demikian, dalam pengadaan terdapat dua UU yang secara langsung mengatur yaitu UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Salam:
Ikak G. Patriastomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar