07/03/16

Pengadaan Kapal Penangkap Ikan untuk Nelayan

Sekilas, kegiatan ini terkesan seperti hanya membagi kapal penangkap ikan ke nelayan. Namun, saya melihat di balik gagasan ini ada semangat yang "out of the box", yaitu membangun plasma industri perikanan laut (armada perikanan nasional).  Membagi kapal ke nelayan akan menghasilkan proses produksi perikanan laut yang sangat besar bila dibarengi dengan pembangunan "value chain"nya.

Saya membayangkan, ada peluang seluruh kekuatan nelayan akan digerakkan secara masif untuk menangkap ikan secara berkelanjutan di seluruh wilayah perairan Indonesia.  Nelayan akan memperoleh penghasilan yang lebih baik secara berkesinambungan, terkontrol dan terfasilitasi. Penghasilan dari kekayaan laut tidak terpusat pada pengusaha-pengusaha besar pemilik kapal-kapal penangkap ikan, tetapi juga terdistribusi ke seluruh nelayan-nelayan kecil.

Tentunya, pengembangan perikanan tidak boleh berhenti hanya dengan menyediakan kapal dan alat tangkapnya, tetapi perlu dilanjutkan dengan fasilitas pengumpul dan pengolahan, maupun pemasarannya. Sesuatu yang mungkin dilakukan dan dikelola dengan baik.

Tidak berhenti sampai di sini. Pengadaan 4.000 kapal penangkap ikan (senilai Rp. 4 trilyun/tahun) yang akan dilakukan tahun 2016 ini dan 4 tahun ke depan memiliki potensi yang luar biasa untuk membangun kemampuan industri galangan kapal yang jumlahnya lebih dari 200 galangan. Untuk itu, proses pengadaan perlu dirancang untuk memberi manfaat jangka panjang bagi berkembangnya industri kapal penangkap ikan dalam negeri.

Industri kapal perlu disiapkan untuk merespon kebutuhan kapal per tahunnya, sekaligus juga disiapkan skema kontrak jangka panjang agar skala ekonomisnya tercapai dalam jangka panjang. Untuk itu, pemilihan penyedia tidak perlu dilakukan setiap tahunnya karena semakin panjang jangka waktu kontraknya semakin memberi kepastian produksi dan belanja investasi yang diperlukan. Rantai supplai bahan dan peralatan pendukung perlu dikendalikan dan difasilitasi terpusat serta dikontrak tersendiri oleh KKP atau LKPP, tidak diserahkan ke masing-masing perusahaan.

Di samping itu, industri yang dekat dengan potensi perikanan perlu diberi kesempatan memperoleh nilai kontrak yang lebih banyak untuk mendorong perkembangannya, khususnya di luar pulau Jawa.

Semoga gagasan "armada perikanan nasional" segera terwujud dengan didukung oleh industri penunjang perikanannya (termasuk kapal penangkap ikannya). Sepertinya gagasan ini  lebih kongkrit dari pada gagasan yang bersifat fasilitasi pembiayaan, pemberian bantuan teknis, atau pembangunan infrastruktur perikanan, walaupun yang ini juga masih diperlukan.