25/04/12

Penerapan e-procurement perlu segera

Untuk menjamin proses pengadaan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan dan dapat diikuti oleh semua pelaku usaha, maka menjadi salah satu prinsip pengadaan adalah transparan. Prinsip ini dalam pelaksanaannya diwujudkan dalam bentuk kewajiban kepada pengelola pengadaan mengumumkan adanya kesempatan kontrak pekerjaan (biasanya disebut dengan pengumuman rencana pengadaan), pengumuman lelang dan pengumuman pemenang lelang.

Pada prakteknya, dengan alasan biaya pengumuman di surat kabar tidak murah dan seringkali anggaran pengumuman pengadaan terbatas, pengadaan (baik rencana maupun lelangnya) tidak diumumkan dengan memadai. Pada era sebelum Keppres 80 Tahun 2003, pengumuman hanya ditempelkan di papan pengumuman resmi instansi yang memiliki kontrak pengadaan. Di samping tempat pengumuman yang tidak menjangkau semua pihak, isi pengumuman seringkali sangat tidak memadai untuk memberi keterangan yang lengkap tentang pekerjaan yang akan dilelangkan. Seringkali, pengumuman hanya ditempel dalam waktu yang sangat terbatas atau dirobek untuk membatasi keikutsertaan banyak penyedia.

Di satu sisi praktek tersebut menggambarkan pemahaman yang terbatas bagi semua pihak yang terlibat akan prinsip transparansi tersebut, di sisi yang lain juga menggambarkan pemahaman yang terbatas pada keterkaitan antara pengumuman tender dengan hasil pengadaan (khusunya harga). Tidak dipahami bahwa semakin banyak peserta lelang akan semakin besar peluang pengelola pengadaan memperoleh harga barang yang baik (murah).

Yang dipahami, semakin banyak peserta lelang semakin repot mengelola prosesnya karena menjadi tidak mudah untuk berlaku adil dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, jalan pintas yang diambil kemudian adalah menyembunyikan pengumuman tender supaya yang ikut lelang dapat diatur. Karena ada pengaturan, maka peluang untuk mengatur imbalanpun menjadi terbuka (korupsi).

Penunjukan Satu Surat Kabar
Surat kabar yang beroplag besar dan tersebar menjangkau seluruh wilayah merupakan alternatif tempat pengumuman lelang yang paling potensial membangun dan menegakan prinsip transparansi. Oleh karena itu, pengelola pengadaan perlu diatur untuk meletakan pengumuman lelang di surat kabar tersebut. Kewajiban ini memiliki implikasi pengelola pengadaan yang satu akan berbeda dengan pengelola pengadaan lainnya apabila tidak diatur nama surat kabar yang dimaksud.

Dari sisi pelaku usaha, surat kabar yang berbeda-beda juga menimbulkan kesulitan untuk mengikuti secara konsisten peluang usaha di bidang pengadaan. Pelaku usaha mungkin perlu berlangganan beberapa surat kabar sekaligus hanya untuk dapat mengikuti pengumuman lelang (peluang usaha) tersebut.

Kebijakan mengumumkan di surat kabar juga masih memiliki potensi dicurangi oleh berbagai pihak. Ada beberapa kasus panitia pengadaan memesan kolom tertentu untuk satu exemplar saja sebatas memenuhi aspek administrasi pengumuman, sedangkan penerbitan tersebut tidak nyata-nyata disebarkan ke publik.
Pelaku usaha juga masih memiliki peluang untuk curang denga memborong penerbitan yang beredar di suatu wilayah agar pesaing-pesaingnya tidak mendapat pengumuman dan informasi yang memadai. Pelelangan pada akhirnya hanya diketahui oleh kelompok terbatas, biasanya yang sudah lama bekerjasama dengan panitia pengadaan atau pemilik pekerjaan.

Lelang untuk Memilih Surat Kabar
Ditetapkannya satu surat kabar yang akan menjadi tempat pengumuman lelang akan memungkinkan: (1) kontrol terhadap kepatuhan mengumumkan secara lebih mudah; (2) kontrol terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh kerjasama antara penerbit dengan panitia pengadaan lebih mudah; (3) memberi kepastian bagi pelaku usaha yang akan melihat secara konsisten peluang usaha pada pasar pengadaan.
Untuk itu, mengingat terdapat beberapa surat kabar yang memenuhi kriteria, maka penunjukan satu surat kabar perlu diproses yang menjamin perlakukan yang adil dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, pemilihan surat kabar dilelangkan setiap tahun.

Surat kabar yang ditetapkan kemudian perlu membangun unit kerja yang khusus menangani penempatan pengumuman lelang dari seluruh instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

Harga iklan yang lebih murah
Walaupun pelelangan yang dilakukan dalam kriteria evaluasinya tidak semata-mata mendasarkan pada harga yang paling murah, akan tetapi lelang surat kabar ini menghasilkan biaya iklan bagi pengumuman lelang per baris per kolomnya lebih rendah dari harga iklan yang normal.Rata-rata penawaran menawarkan 30% dari biaya yang dipublikasikan. Hal ini wajar mengingat jumlah iklan per hari akan lebih dari 100 tayangan dengan masing-masing Rp. 5 juta rupiah saja, maka per hari surat kabar akan memiliki pemasukan Rp. 500 juta rupiah atau Rp. 15 Milyar per bulan atau Rp. 180 milyar per tahun.

e-Procurement dan Portal Pengadaan Nasional
Salah satu kelemahan yang menonjol dari kebijakan pengumuman lelang di surat kabar adalah besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan pengumuman. Bila panitia pengadaan cukup kreatif, biaya ini bisa ditekan dengan pengumuman beberapa paket sekaligus.

Kelemahan lain yang juga perlu dievaluasi adalah jangkauan. Tidak semua tempat terjangkau oleh surat kabar yang memenangkan lelang. Dari 498 Kabupaten/Kota, hanya 65% yang terjangkau oleh surat kabar yang ditunjuk, dengan jeda waktu 1-2 hari untuk sampai di wilayah Kabupaten tertentu. Bagi pelaku usaha di wilayah seperti itu, apalagi bila paket pekerjaan berlokasi di wilayah tersebut, maka pengumuman di surat kabar menjadi tidak bermakna.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, pengumuman di website menjadi solusi yang paling menguntungkan. Saat ini lebih dari 75% instansi pemerintah sudah memiliki website. Dengan demikian, kewajiban mengumumkan lelang di surat kabar sebagai upaya untuk transparan dan memberi kesempatan luas bagi pelaku usaha terlibat dalam pengadaan dapat digantikan dengan kewajiban mengumumkan melalui website.

Lebih jauh, Portal Pengadaan Nasional menjadi alat yang harus dikembangkan untuk menyatukan pengumuman lelang maupun semua informasi termasuk akses utama kepada sistem pengadaan nasional. Sebelum e-Procurement secara menyeluruh dapat diterapkan, kewajiban mengumumkan lelang di website yang dapat diakses melalui portal pengadaan nasional yang tunggal merupakan langkah awal dan strategi yang penting membangun pengadaan nasional yang baik.

Skala Implementasi e-Procurement di Indonesia

Kemarin saya kedatangan teman yang membawa kabar adanya dana hibah yang bisa dimanfaatkan untuk mengimplementasikan e-procurement di Indonesia. Draft proposal yang disiapkan sempat saya baca. Kalau tidak salah, segera terbaca bahwa akan ada kegiatan pengembangan 'software', melengkapi feature yang sudah dikembangkan sebelumnya, membangun data center di Jakarta dll.

Draft tersebut  mengandung pemikiran yang tipikal ada pada benak banyak orang termasuk teman yang satu ini. Seolah-olah, dengan menyediakan software dan peralatannya, maka selesailah persoalan implementasi, dan sistem e-procurement yang dibangun dapat digunakan.

Ada angka-angka yang perlu dipahami terlebih dahulu. Indonesia terdiri dari lebih dari 7.000 ribu pulau atau setidak-tidaknya ada 500 Kabupaten dan Kota yang tersebar dan terpisah-pisahkan oleh laut dan gunung. Artinya ada panitia pengadaan yang mengelola pengadaan tidak kurang dari 500 x 50 orang atau 25.000 orang anggota panitia pengadaan di Kabupaten dan Kota, yang setiap tahun berganti karena mutasi atau promosi. Saat ini sudah 48.000 orang  panitia pengadaan yang dilatih e-procurement.

Di sisi penyedia, ada 4.200.000 pelaku usaha potensial yang harus diajak mengikuti lelang pemerintah. Saat ini baru 200.000 perusahaan yang terdaftar dan dilatih memahami e-procurement. Siapa yang harus melatih dan memberi helpdesk bagi panitia maupun penyedia?

Tahun lalu saja (2011) telah dilelangkan 24.475 paket (Rp. 58 trilyun). Padahal nilai pengadaan tahun 2012 ini bisa mencapai Rp. 560 trilyun. Mungkin bisa mencapai 240.000 paket lelang. Misalkan per paket diikuti oleh 10 peserta maka akan ada 2.4 juta penawaran per tahun. Bila ukuran file penawaran 1 MB, maka bisa dihitung storage yang diperlukan dan volume lalu lintas data yang terjadi hanya dari proses lelang pemerintah.

'Skala' sering kali tidak terperhitungkan atau tidak mudah terbayangkan. Satu lembaga sendirian tidak akan sanggup menggerakan perubahan dan menerapkan sistem e-procurement. Perlu sebanyak-banyaknya pihak yang terlibat dengan proses adopsi teknologi ini. Di sini, membentuk unit LPSE dan memberi ruang semua pihak yang peduli dengan pengadaan untuk mengambil peran menjadi strategi kunci untuk menyelesaikan persoalan 'skala' dalam penerapan e-procurement di tanah air. (24Apr2012)